BEKASI,sinarberitanews.com — Dunia jurnalisme kembali tercoreng oleh tindakan kekerasan yang menimpa seorang wartawan saat menjalankan tugas peliputan,Kamis (19/06/25).
Seorang wartawan bernama Imman Christy menjadi korban dugaan pengeroyokan oleh oknum sekuriti dari salah satu hotel ternama di kawasan Cibubur. Insiden tersebut terjadi di Jalan Raya Kranggan, wilayah Jatisampurna, Kota Bekasi.
Peristiwa memilukan tersebut terjadi saat Imman Christy tengah menjalankan tugas jurnalistiknya pada pertengahan Juni 2025.
Berdasarkan keterangan korban, insiden terjadi ketika dirinya mencoba mendokumentasikan informasi terkait aktivitas di kawasan hotel tersebut yang disinyalir berkaitan dengan laporan publik sebelumnya.
Namun upaya jurnalistik itu justru berujung pada kekerasan. Imman mengaku dikeroyok oleh yang diduga sejumlah anggota sekuriti hotel, yang mengakibatkan luka sobek di atas mata dan bawah mata sebelah kiri, serta trauma fisik dan psikis yang serius. Tak hanya kehilangan rasa aman sebagai wartawan, Imman juga merasa kebebasan pers telah diinjak-injak oleh tindakan brutal tersebut.
Korban tidak tinggal diam , Dengan pendampingan hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Patriot, yang dipimpin oleh Dr. Manotar Tampubolon, S.H., M.A., M.H., Imman telah secara resmi melaporkan peristiwa itu ke kepolisian. Laporan tersebut tercatat dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) Nomor: STPL/B/45/VI/2025/SPKT/SEK. JATISAMPURNA, tertanggal 19 Juni 2025.
Kronologi Kejadian: Kekerasan yang Tak Terduga
Menurut penuturan Imman, peristiwa tersebut bermula saat dirinya sedang makan disalah satu warung sate di Jalan Raya Kranggan untuk mengambil gambar dan mengonfirmasi informasi yang diterimanya dari masyarakat.
Ia berusaha menjalankan tugasnya dengan tenang, namun kemudian mendapat intimidasi dari sekelompok pihak keamanan dari salah satu hotel di Cibubur.
“Awalnya saya hanya mengambil gambar dari area luar. Tapi kemudian beberapa orang yang mengaku sekuriti mendatangi saya dengan sikap agresif, lalu terjadilah insiden pemukulan itu. Mereka seperti tidak ingin ada yang tahu apa yang terjadi di dalam sana,” ungkap Imman.
Ia menambahkan, sebelum sempat meminta pertolongan, dirinya telah dipukul dan didorong hingga jatuh. “Saya mengalami luka robek di atas dan bawah mata kiri. Sampai berdarah. Saya tidak bisa melawan karena jumlah mereka banyak,” tambahnya.
Korban sudah dilakukan visum et repertum, yang hasilnya akan diserahkan kepada penyidik sebagai barang bukti awal.
Pendampingan Hukum oleh LBH Patriot
Menanggapi kasus ini, Dr. Manotar Tampubolon, selaku Direktur LBH Patriot dan kuasa hukum korban, menyatakan keprihatinan mendalam atas peristiwa yang menimpa kliennya.
Ia menilai bahwa tindakan tersebut bukan sekadar kekerasan terhadap individu, melainkan juga pelanggaran serius terhadap kebebasan pers yang dilindungi konstitusi.
“Seorang wartawan saat menjalankan tugas jurnalistiknya memiliki hak yang dijamin oleh Undang-Undang Pers. Kekerasan ini tidak bisa dianggap sepele, karena menyangkut prinsip dasar demokrasi dan keterbukaan informasi publik,” jelas Dr. Manotar.
Ia juga menyampaikan bahwa pihaknya telah mengumpulkan sejumlah bukti, termasuk hasil visum, keterangan saksi, dan dokumentasi lapangan, untuk memastikan kasus ini diproses secara adil dan transparan oleh aparat penegak hukum.
“Kami mendesak agar pihak penyidik Polsek Jatisampurna segera menindaklanjuti laporan ini, dan tidak membiarkan kasus ini berlarut-larut. Keadilan tidak boleh ditunda,” tegasnya.
LBH Patriot sendiri dikenal sebagai lembaga bantuan hukum yang telah lama aktif memperjuangkan hak-hak korban kekerasan, pelanggaran HAM, dan kebebasan sipil di Indonesia.
Sorotan terhadap Peran Sekuriti dan Tanggung Jawab Korporasi
Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai profesionalisme dan batas kewenangan petugas sekuriti swasta dalam menghadapi masyarakat sipil, khususnya wartawan.
Menurut Dr. Manotar, tindakan sekuriti tersebut sangat melampaui batas tugas pengamanan dan justru mengarah pada tindak pidana.
“Sekuriti bukan aparat penegak hukum. Mereka tidak boleh menggunakan kekerasan fisik, apalagi terhadap jurnalis yang sedang bertugas. Hotel sebagai institusi komersial juga harus bertanggung jawab atas tindakan tenaga kerja yang mereka pekerjakan,” ujarnya.
Ia menyebutkan bahwa pasal yang relevan dalam kasus ini adalah Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan yang menyebabkan luka, dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun 6 bulan penjara.
Bahkan jika terbukti ada unsur perencanaan atau perintah dari atasan, sanksinya bisa lebih berat.
Pihaknya juga mempertimbangkan langkah gugatan perdata atas tindakan melawan hukum (onrechtmatige daad), yang dapat diajukan kepada institusi pengelola hotel tersebut bila tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan secara hukum.
Reaksi Dunia Pers: Ancaman Nyata bagi Jurnalis
Peristiwa ini mendapatkan perhatian dari kalangan jurnalis dan organisasi profesi. Beberapa komunitas wartawan mengutuk keras insiden pengeroyokan terhadap Imman Christy dan meminta aparat kepolisian bertindak cepat serta objektif.
“Ini adalah bentuk kekerasan terhadap pers. Jika jurnalis diserang saat bekerja, maka publik kehilangan hak untuk mendapatkan informasi,” ujar salah satu anggota IWO Bekasi.
IWO sebagai organisasi pers menyatakan siap mendampingi korban serta mengawal kasus ini hingga tuntas. Mereka juga mendorong hotel yang bersangkutan untuk memberikan klarifikasi terbuka kepada publik dan bersikap kooperatif dalam proses hukum.
Harapan Korban: Keadilan dan Rasa Aman
Meski masih dalam masa pemulihan, Imman Christy berharap agar kasus ini menjadi perhatian serius, tidak hanya oleh pihak kepolisian, tetapi juga oleh para pemangku kepentingan di bidang pers dan keamanan publik.
“Saya tidak mau ini terjadi pada wartawan lain. Kalau saya diam, bisa jadi akan ada korban berikutnya.
Saya hanya ingin keadilan ditegakkan,” ujarnya lirih.
Korban juga berharap agar pelaku segera diidentifikasi dan ditindak secara hukum, serta adanya jaminan perlindungan terhadap jurnalis yang bekerja di lapangan.
Ia mengaku masih mengalami trauma akibat kejadian tersebut dan mempertimbangkan untuk melakukan pemulihan psikologis lebih lanjut.
Tindak Lanjut dan Komitmen Penegakan Hukum
LBH Patriot berjanji akan terus mengawal proses hukum ini hingga ke tahap pengadilan. Dr. Manotar menyatakan kesiapan timnya untuk menghadapi segala bentuk tantangan yang mungkin muncul, termasuk bila ada upaya intervensi dari pihak tertentu.
“Kami percaya Polri akan bersikap profesional. Tapi jika tidak, kami siap membawa kasus ini ke Komnas HAM, Dewan Pers, bahkan ke Ombudsman RI,” tutup Manotar.
Ujian bagi Penegakan Hukum dan Kebebasan Pers
Kasus pengeroyokan terhadap jurnalis Imman Christy bukan hanya soal luka fisik, tetapi juga menjadi cermin kerentanan jurnalis di lapangan.
Di era keterbukaan informasi, wartawan adalah garda terdepan demokrasi yang harus dilindungi. Kekerasan terhadap mereka merupakan ancaman terhadap publik itu sendiri.
Proses hukum yang adil, transparan, dan cepat adalah satu-satunya cara untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum dan komitmen Indonesia terhadap kebebasan pers.
Masyarakat kini menunggu: akankah keadilan ditegakkan, atau akan kembali menjadi kisah kelam yang tenggelam di antara tumpukan laporan?
(Tim/Redaksi)