LAMPUNG,sinarberitanews.com-"Jalan ditambal setelah diberitakan" adalah bukti nyata bahwa fungsi kontrol media bekerja, tetapi sekaligus mengindikasikan kelemahan dalam tata kelola dan sistem perawatan infrastruktur yang berkelanjutan.
Solusi idealnya adalah pemerintah memiliki sistem pelaporan, pemantauan, dan perbaikan yang responsif, transparan, dan terencana, sehingga tidak perlu bergantung pada "kejar tayang" media untuk memperbaiki jalan yang rusak. Namun, selama sistem itu belum ideal, peran media dalam mendorong perbaikan tetap sangat vital bagi masyarakat.
Jalan Lintas Barat (Jalibanr) yang sudah lama dikeluhkan warga, baru diperbaiki dengan cepat setelah mendapatkan sorotan dari media massa, media online, koran dan sosial media.
Media berperan sebagai pemberi tekanan (pressure group). Setelah diangkat media, masalah yang tadinya "lokal" menjadi konsumsi publik luas. Otoritas terkait (Dinas PUPR, Provinsi Lapmpung) Ataupun dari pihak rekanan alias pemborong merasa terdesak untuk bertindak cepat demi menjaga citra dan akuntabilitas. mungkin masuk dalam antrean perbaikan yang panjang. Sorotan media ini "memotong antrean" itu dan menjadikan masalah tersebut sebagai prioritas utama untuk segera diselesaikan.
Perbaikan cepat setelah pemberitaan adalah bentuk respons untuk menunjukkan bahwa pemerintah "peduli dan bekerja". Ini bisa menjadi alat legitimasi bahwa mereka tanggap terhadap aspirasi masyarakat dan merespons hal-hal yang sedang panas/urgen menurut publik, daripada mengikuti perencanaan preventif yang sistematis.
Jalan berlubang besar di jalur utama Lintas Sumatra Barat (Jalinbar) Provinsi Lampung. yang menyebabkan kecelakaan, setelah diberitakan, besoknya sudah ditambal. Jalan di depan Masjid Pekon Sukamerindu Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus. yang rusak parah selama ini, setelah diangkat media nasional, dalam hitungan hari dibenahi. Lubang-lubang di jalan lintas barat yang baru diperbaiki setelah viral di media sosial. Media menjalankan fungsi kontrol sosialnya dengan baik.
Hanya masalah yang "kebetulan" masuk media yang diperbaiki, sementara masalah serupa di tempat lain yang tidak terekspos tetap terbengkalai. Perbaikan Temporer (Tempelan): Karena terburu-buru, perbaikan yang dilakukan seringkali hanya berupa tambal sulam (patchwork), bukan perbaikan secara struktur yang tahan lama. Lubang yang sama bisa muncul kembali beberapa bulan kemudian. Ini menunjukkan sistem pelaporan dan perencanaan perbaikan yang berjalan tidak optimal. Seharusnya ada mekanisme yang proaktif, bukan reaktif terhadap pemberitaan.
Fenomena ini bisa mendorong praktik di mana warga atau komunitas sengaja "menitipkan" masalah ke redaksi media agar cepat diperbaiki, alih-alih melalui saluran resmi. (Merliyansyah)
